0

TUGAS TEKOM PART 2 mantap euy !

tugas tekom selanjutnya yaitu membuat poster. temanya bebas, terserah mau tema apa yang penting gak melanggar UU pornoaksi dan pornografi. hahahha

ini contoh poster yang saya buat. penilaian dilakukan dengan kelompok yang bagus, antara bagus dan paling bagus, dan kelompok poster paling bagus. pas dilakukan penilaian oleh dosen tekom yang baik hati, dermawan, dan budiman yaitu Pak Mardwi hasil nya sungguh sangat mengejutkan.poster saya ada di kelompok yang paling bagus (SUPEERRR SEKALI). bukannya sombong, cuma ya sedikit membanggakan diri. hehehe :P
0

Tugas Tekom cuuyy :)

Teknik Komunikasi ?
yaaap, Teknik Komunikasi merupakan salah satu mata kuliah di semester 2 pada program studi Perencanaan Wilayah dan Kota. materi yang diajarkan sangat menarik, yaitu ada presentasi mengenai Wisata dan Budaya Nusantara, membuat poster, dan yang paling ditunggu yaitu Tugas Besarnya, membuat Film (udah berasa aktris aja, kerjaannya syuting sama di make up mulu). selain itu juga ada tugas buat x-banner, blog kelompok dan individu yang merupakan bagian dari tugas pembuatan film. itung-itung buat promosi film yang kita buat gitu. :)




nah, di lihat-lihat yuk tugas tekom yang pertama tugas presentasi mengenai Wisata dan Budaya Nusantara



Kebudayaan Suku Anak Dalam
di Taman Nasional Bukit Dua Belas Jambi

Taman Nasional Bukit Dua Belas berupa perbukitan dataran rendah berada pada ketinggian ± 30 - 430 m. Secara geografis terletak di antara 102°31'37" - 102° 48'27" Bujur Timur dan antara 1°44'35" - 2°03'15" Lintang Selatan. Secara administratif terletak di tiga wilayah kabupaten, yaitu Soralangun, Muaratebo dan Batanghari Provinsi Jambi.
Taman Nasional Bukit Dua Belas merupakan kawasan lindung yang mempunyai keunikan tersendiri, karena keberadaannya tidak terlepas dengan kehidupan masyarakat tradisional Suku Kubu/Orang Rimba yang terdapat didalam dan sekitar kawasan taman nasional untuk mencari kehidupan sehari-hari seperti rotan, damar, kayu gaharu, dll.

Sejarah Suku Anak Dalam
                    Suku Kubu atau juga dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Orang  Rimba  adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Pulau Sumatra, tepatnya tepatnya di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan. Mereka mayoritas hidup di propinsi Jambi, dengan perkiraan jumlah populasi sekitar 200.000 orang.
Menurut tradisi lisan suku Anak Dalam merupakan orang Maalau Sesat yang lari ke hutan rimba di sekitar Air Hitam, Taman Nasional Bukit Duabelas. Mereka kemudian dinamakan Moyang Segayo. Tradisi lain menyebutkan mereka berasal dari Pagaruyung, yang mengungsi ke Jambi. Ini diperkuat kenyataan adat suku Anak Dalam punya kesamaan bahasa dan adat dengan suku Minangkabau, seperti sistem matrilineal. Mayoritas suku kubu menganut kepercayaan animisme, tetapi ada juga beberapa puluh keluarga suku kubu yang pindah ke agama Islam.

Ciri-ciri fisik suku Anak Dalam
Suku anak dalam termasuk golongan ras mongoloid yang termasuk dalam migrasi pertama dari manusia proto melayu. Perawakannya rata-rata sedang, kulit sawo matang, rambut agak keriting, telapak kaki tebal, laki-laki dan perempuan yang dewasa banyak makan sirih.
Ciri fisik lain yang menonjol adalah penampilan gigi mereka yang tidak terawat dan berwarna kecoklatan. Hal ini terkait dengan kebiasaan mereka yang dari kecil nyaris tidak berhenti merokok serta rambut yang terlihat kusut karena jarang disisir dan hanya dibasahi saja.
Budaya Melangun
Seorang anggota keluarga Suku Anak Dalam yang meninggal dunia merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan bagi seluruh warga Suku, terutama pihak keluarganya. Kelompok mereka yang berada di sekitar rumah kematian akan pergi karena menganggap bahwa tempat tersebut tempat sial, selain untuk dapat lebih cepat melupakan kesedihan yang ada. Mereka meninggalkan tempat mereka tersebut dalam waktu yang cukup lama, yang pada jaman dulu bisa berlangsung antara 10 sampai 12 tahun. Namun kini karena wilayah mereka sudah semakin sempit (Taman Nasional Buki XII) karena banyak dijarah oleh orang, maka masa melangun menjadi semakin singkat yaitu sekitar 4 bulan sampai satu tahun. Wilayah melangun merekapun semakin dekat, tidak sejauh dahulu.
Pada masa sekarang apabila terjadi kematian di suatu daerah, juga tidak seluruh anggota Suku Anak Dalam tersebut yang pergi melangun. Hanya angota keluarga-keluarga mendiang saja yang melakukannya. Pada saat kematian terjadi, seluruh anggota keluarga Suku Anak Dalam yang meninggal dunia merasa sedih yang mendalam, mereka menangis dan meraung-raung selama satu minggu. Sebagian wanitanya sampai menghempas-hempaskan badannya ke pohon besar atau tanah, ada yang berteriak dan berkata-kata “ya Tuhan kami kembalikan nyawo urang kami yang mati.”
Jenazah orang yang telah meninggal kemudian ditutup dengan kain dari mata kaki hingga menutupi kepala lalu diangkat oleh 3 orang dari sudung/rumah menuju peristirahatannya yang terakhir di sebuah pondok yang terletak lebih dari 4 Km ke dalam hutan.
Pondok jenazah ini jika untuk orang dewasa tingginya 12 undukan dari tanah, jika anak-anak tingginya 4 undukan dari tanah. Pondok ini diberi alas dari batang-batang kayu bulat kecil dan diberi atap daun-daun kering. Jenazah Suku Anak Dalam tidak dimandikan dan dikuburkan dalam tanah. Menurut tradisi meraka, orang yang sudah meninggal masih mungkin hidup kembali, jika mereka dikuburkan dalam tanah, maka orang yang sudah meninggal tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk bangkit kembali menemui kelompoknya.
Kepercayaan tersebut bermula dari peristiwa dahulu kala dimana orang yang sudah sekarat (mungkin pingsan dalam waktu yang lama) ditinggalkan oleh kelompoknya di sebuah pondok di dalam hutan, dan kemudian ternyata ada di antara mereka yang dapat hidup dan sehat kembali serta pulang ke kelompoknya. Kejadian ini yang mengilhami meraka untuk tidak menguburkan jenazah orang yang sudah meninggal.
Anggota kelompok sesekali masih menengok pondok dimana jenazah tersebut diletakan, mereke menengok dari jarak jauh untuk memastikan keadaan jenazah. Dalam hal ini yang menjadi tabu buat mereka, yaitu pelarangan menyebut rekan/keluarganya yang sudah meninggal dunia karena hal ini akan membuat mereka merasa kembali kepada kesedihan yang mendalam. Mereka mengatakan “janganlah kawan sebut-sebut lagi orang yang sudah mati.”

Budaya Besale
Asal kata besale sampai saat ini belum diketahui, namun demikian dapat diartikan secara harafiah duduk bersama untuk bersama-sama memohon kepada Yang Kuasa agar diberikan kesehatan, ketentraman dan dihindarkan dari mara bahaya.
Besale dilaksanakan pada malam hari yang dipimpin oleh seorang tokoh yang disegani yang disebut dukun. Tokoh ini harus memiliki kemampuan lebih dan mampu berkomunikasi dengan dunia ghaib/arwah. Sesajian disediakan untuk melengkapi upacara. Pada intinya upacara besale merupakan kegiatan sakral yang bertujuan untuk mengobati anggota yang sakit atau untuk menolak bala. Pelengkap besale lainnya berupa bunyi-bunyian dan tarian yang mengiringi proses pengobatan.

Kepercayaan
Komunitas adat terpencil Suku Anak Dalam pada umumnya mempunyai kepercayaan terhadap dewa, istilah ethnic mereka yakni dewo dewo. Mereka juga mempercayai roh roh sebagai sesuatu kekuatan gaib. Mereka mempercayai adanya dewa yang mendatangkan kebajikan jika mereka menjalankan aturannya dan sebaliknya akan mendatangkan petaka jika mereka melanggar aturan adat. Hal ini tercermin dari seloko mantera yang memiliki kepercayaan Sumpah Dewo Tunggal yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Hidup beranyam kuaw, bekambing kijang, berkerbau ruso, rumah (Sudung) beatap sikai, badinding banir, balantai tanah yang berkelambu resam, suko berajo bejenang, babatin bapanghulu. Atinya: Mereka (Suku Anak Dalam) mempunyai larangan berupa pantang berkampung, pantang beratap seng, harus berumah beratap daun kayu hutan, tidak boleh beternak, dan menanam tanaman tertentu, karena mereka telah memiliki ternak kuaw (burung hutan) sebagai pengganti ayam, kijang, ruso, babi hutan sebagai pengganti kambing atau kerbau.

Perkembangan Suku Anak Dalam
Suku Anak Dalam sekarang sudah banyak mengalami perkembangan. Terutama masalah komunikasi. Mereka telah mengerti dengan bahasa Indonesia atau paling tidak mereka mengerti dengan bahasa daerah Jambi. Selain itu mereka juga sudah mulai belajar membaca dan berhitung. Cara berpakaian mereka pun sudah agak sopan, mereka telah menutup bagian –bagian intim dari tubuh mereka.

 setelah membuat artikel, kita juga harus membuat power point untuk presentasi dari artikel kita tersebut. presentasi ini langsung untuk pengambilan nilai UTS. jadi untuk mata kuliah teknik komunikasi gak di adain ujian loh (senengnya :D ..)